NAGEKEO - Upaya penolakan atau penggagalan terhadap pembangunan Mushola Nanganumba di Desa Nggolonio, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT berdalilkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) serta ketentuan jumlah umat, turut menyapu tanggapan berbagai pihak termasuk tanggapan Lawyer (pengacara) ternama di Surabaya Marianus Gaharpung, SH. MS.
Menurut Marianus, kehidupan umat beragama dan menunaikan ibadah sesuai agama dan kepercayaan dijamin dalam konstitusi dalam hal itu dimaksud pemerintah wajib memberikan perlakukan yang sama tanpa harus melihat aspek minoritas dan mayoritas.
"Itu artinya pemangku adat atau organisasi masyarakat atau apapun tidak berwenang sama sekali melarang atau menolak keinginan sekelompok umat agama apa saja yang ingin membangun tempat ibadah, " kata Marianus, Senin (15/8/22).
Dosen Fakultas Hukum di Universitas Surabaya ini juga menjelaskan, bahwa dalam pasal 28E ayat 1 menegaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya. Hak kebebasan beragama juga dijamin dalam Pasal 29 ayat 2 UUD NRI 1945, yang menyatakan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
"Memang ketika melihat realita terkadang masih ada yang tidak sejalan dengan konstitusi dimana ada sekelompok mayoritas mengatasnamakan agamanya melarang agama lain untuk membuka tempat atau beribadah. Terlepas dari itu semua, kaitan dengan Peraturan tata cara pendirian rumah ibadah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.9 dan No. 8 Tahun 2006, " tandasnya.
Dijelaskan lagi, pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa, pendirian rumah ibadah harus berdasarkan pada pertimbangan dan keperluan nyata komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.
"Pendirian rumah ibadah juga harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung yang disebutkan di dalam Pasal 14 ayat 1. Selanjutnya, dalam ayat 2, dijelaskan beberapa persyaratan khusus dalam pembangunan rumah ibadah. Pertama, daftar nama dan KTP pengguna rumah ibadah harus paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat. Kedua, dukungan masyarakat setempat paling sedikit harus berjumlah 60 orang yang disahkan oleh lurah atau kepala desa. Ketiga, harus ada pula rekomendasi tertulis dari kepala kantor departemen agama kabupaten/kota. Yang terakhir, rekomendasi tertulis dari FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) kabupaten/kota, " jelas Marianus.
Ketua Biro Bantuan Hukum FH Ubaya ini menambahkan, selain berdasarkan peraturan tersebut, ada persyaratan lain yang wajib dipenuhi yaitu menunjukkan sertifikat hak atas tanah/akta jual beli. Bukti lunas pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB)-P2 tahun berjalan. Gambar rencana arsitektur bangunan (Denah, tampak, dan Potongan Skala 1:100 atau 1:200) format DWG/format CAD, " sebutnya.
Kata Marianus, rumah ibadah harus disertai IMB apabila, bangunan tersebut beralih fungsi atau dilakukan perluasan bangunan.
Marianus mengaku, bahwa dirinya memahami persoalan dalam proses pembangunan Mushola Nanganumba. Bahkan, dia meminta oknum yang saat ini getol melakukan penolakan agar tidak mengintervensi atau menghambat proses pembangunan mushola itu.
"Rumah ibadah persetujuan IMB apa bila bermaksud bongkar-berdirikan/perubahan fungsi, memperluas/memperbaiki bangunan gedung. Jika semua persyaratan tersebut terpenuhi, maka oknum atau kelompok orang yang mengatasnamakan pemangku adat tidak bisa melarang warga umat muslim melakukan pembangunan Mushola Nanganumba di Desa Nggolonio, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo NTT. Tidak boleh memberikan tekanan yang bersifat subyektif atau tidak suka atas rencana pembangunan Mushola, " kata Marianus.
Dia berpendapat bahwa, dua alasan yang disebutkan oknum penolakan terhadap pembangunan Mushola Nanganumba, bukan merupakan alasan reel sebab alasan yang disebutkan sama sekali tidak rasional atau masuk akal.
"Alasan penolakan tidak jelas maka dikategorikan tindakan sewenang wenang atau seenaknya sendiri. Ingat ini negara hukum dimana setiap tindakan wajib berdasarkan peraturan perundangan jika diluar itu sama saja mau berurusan dengan pemerintah khususnya aparat kepolisian Polres Nagekeo, " ucapnya.
Mantan konsultan hukum Pemkab Nagekeo di era Bupati Alm. Nani Aoh ini menjelaskan juga, dalam hukum administrasi (negara) dikenal ada wewenang terikat, fakultatif dan wewenang bebas. Wewenang bebas, bahwa ada norma tetapi kabur sudah tidak sesuai dengan kebutuhan maka perlu ditinjau kembali, atau norma tidak ada dan apa bila di daerah itu tidak ada mushola sehingga umat tidak mungkin sholat karena harus pergi ke mushola di tempat lain yang jaraknya jauh harus ditempuh menggunakan kendaraan.
"Kenapa harus bangun mushola di Nggolonio, pertama, jika saudara kita umat muslim mau beribadah apa harus ke Translok? sedangkan jarak yang harus ditempuh untuk ke mushola di Translok belasan kilo meter. Kedua, demi beribadah suadara-saudara umat muslim Nggolonio mereka beribadah di bawah pohon asam dan ini sudah berjalan cukup lama. Selain dukungan dasar 61 jiwa umat muslim di Nggolonio, pembangunan mushola itu juga mendapat dukungan dari umat Khatolik di desa itu, bahkan, mereka sangat antusias membantu ada yang menyumbang semen, pasir dan lain-lain. Ketua panitia pembangunannya saja dari agama Khatolik yaitu bapak Patrisius Mining. Oknum yang menolak ini maunya apa.? Saya harap atas dasar wewenang bebas, Pemkab Nagekeo harus menjadi garda terdepan menjadi fasilitator pembangunan mushola agar tidak dikatakan melakukan diskriminatif, " pungkas Marianus.